Jumat, 31 Agustus 2012

Modul Kuliah Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Definisi Hukum Acara Pidana • Umum: Peraturan hukum untuk melaksanakan hukum pidana materiil • Wirjono Prodjodikoro: Rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa (Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan) harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan menegakkan hukum pidana. • Moeljatno: Bagian dari hukum yang berlaku disuatu negara yang memberi dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada sesuatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan delik tersebut. • Van Bemmelen: Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya pelanggaran undang-undang pidana, yaitu sebagai berikut:: 1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu 3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat dan kalau perlu menahannya 4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti yang telah diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke depan Hakim tersebut 5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib 6. Upaya hukum untuk melawan putusan tersebut 7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib. B. Fungsi/Tujuan Hukum Acara Pidana • Van Bemmelen: 1) Mencari dan menemukan kebenaran 2) Pemberian keputusan oleh Hakim 3) Pelaksanaan putusan • Andi Hamzah: "Mencari kebenaran guna mencapai suatu ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.” C. Sumber Hukum Acara Pidana • Sumber Hukum Pokok: UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Disebut juga Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP) • Sumber Hukum lain, seperti: o UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman o UU No. 3 Tahun 2009 jo. UU No. 5 Tahun 2004 jo. UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, o UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak o UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, o UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dll. D. Asas-Asas Penting Hukum Acara Pidana 1. Asas Legalitas Semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum dan UU serta menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan di atas segala-galanya. 2. Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Asas ini menghendaki agar pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman pada asas cepat, tepat, sederhana, dan biaya ringan. Tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Apalagi jika keterlambatan penyelesaian kasus peristiwa tindak pidana itu disengaja, sudah barang tentu merupakan perkosaan terhadap hukum dan martabat manusia. Beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas ini, antara lain: tersangka atau terdakwa berhak: - Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik - Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik - Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum berhak - Segera diadili oleh pengadilan. 3. Presumption of Innocent (Praduga Tak Bersalah) Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya yang telah berkekuatan hukum tetap. Asas ini menempatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap pemeriksaan: - adalah subjek, bukan sebagai objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri. - yang menjadi objek pemeriksaan adalah "kesalahan" (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Ke arah itulah pemeriksaan ditujukan. 4. Peradilan Terbuka Untuk Umum Pemeriksaan di sidang pengadilan terbuka untuk umum [Pasal 153 ayat (3) KUHAP]. Pada saat membuka persidangan pemeriksaan perkara seorang terdakwa, Hakim Ketua harus menyatakan "terbuka untuk umum". Pelanggaran atas ketentuan ini mengakibatkan putusan pengadilan "batal demi hukum" [Pasal 153 ayat (4) KUHAP], kecuali mengenai perkara yang menyangkut "kesusilaan" atau yang duduk sebagai terdakwa adalah "anak-anak", maka persidangan dilakukan secara tertutup. 5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hakim Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 menyebutkan: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”. Penjelasan Umum KUHAP butir 3 a menyebutkan: “Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan”. 6. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum Pasal 69 s/d 74 KUHAP mengatur tentang hak tersangka/terdakwa atas bantuan hukum secara bebas, yaitu: - Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap/ditahan - Bantuan hukum dapat diberiksan pada semua tingkat pemeriksaan - Penasehat Hukum (PH) dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu - Pembicaraan antara PH dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum, kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara - Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau PH guna kepentingan pembelaan - PH berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa. 7. Pemeriksaan Hakim Langsung Secara Lisan Pemeriksaan di sidang Pengadilan dilakukan oleh Hakim secara langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda dengan acara perdata, di mana penggugat/ tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan Hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara Hakim dan Terdakwa. Yang dipandang pengecualian dari asas langsung ialah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan in absentia. Tetapi ini hanya merupakan pengecualian, yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan (Ps 213 KUHAP) dan perkara-perkara khusus, seperti korupsi. E. Ilmu-Ilmu Pembantu Hukum Acara Pidana (HAP) 1. Logika Dalam usaha menemukan kebenaran, diperlukan logika untuk menghubungkan keterangan yang satu dengan yang lain. Bagian HAP yang paling membutuhkan pemakaian logika.ialah masalah pembuktian dan metode penyelidikan. Pada usaha menemukan kebenaran itu, biasanya diperlukan hipotesis atau dugaan terdahulu. Dan bertolak dari hipotesis inilah diusahakan pembuktian yang logis berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan. 2. Psikologi Hakim, Jaksa, dan Terdakwa juga manusia yang memiliki perasaan yang dapat diusahakan untuk dimengerti tingkah lakunya, kemudian diberi penilaian atas hal itu. Hakim seharusnya mempunyai rasa seni, yang dapat mengerti dan menilai fakta-fakta yang sangat halus dan penyimpangan-penyimpangan yang lahir dari unsur kejiwaan terdakwa. 3. Kriminalistik Kriminalistik merupakan Pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang dapat berguna bagi penyidik suatu perkara pidana dalam usaha merekonstruksi kejadian-kejadian yang telah terjadi guna pembuktian. Kriminalistik bermanfaat dalam membantu menilai faktanya. Fakta-fakta yang ditemukan oleh Hakim harus dapat dikontruksikan sebelum ia menjatuhkan putusannya. Logika diperlukan dalam penyusunan jalan pikiran dalam pemeriksaan dan pembuktian. Psikologi untuk mengerti terdakwa dan saksi, sedang Kriminalistik untuk melakukan rekonstruksi. 4. Psikiatri Dalam usaha menemukan kebenaran materiil, yang perlu diteliti dan diusut bukan hanya manusia dan situasi yang normal, tetapi kadang juga hal-hal yang abnormal. Dalam hal ini psikiatri dibutuhkan oleh Ilmu H. Acara Pidana. Psikiatri yang dipakai sebagai pembantu Hukum Acara Pidana bisa disebut Psikiatri untuk Peradilan atau Psikiatri Forensik. 5. Kriminologi Dalam usaha mengetahui sebab-sebab atau latar belakang suatu kejahatan, perlu dipelajari kriminologi. Guna menemukan kebenaran materiil serta menemukan hukum dengan tepat sesuai dengan situasi konkrit, maka perlu diketahui sebab-sebab atau latar belakang suatu kejahatan dan akibat-akibatnya terhadap masyarakat. 6. Kedokteran Forensik Ilmu Kedokteran Forensik membantu untuk menjelaskan kondisi fisik, luka-luka dan atau hal-hal lain pada diri korban. Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter (ahli forensik) sangat membantu dalam pembuktian kebenaran, untuk mengurai luka-luka yang dialami korban serta penyebab dari timbulnya luka-luka tersebut. ALUR PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA TAHAP I : PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN OUT PUT (KELUARAN): TAHAP II : PENUNTUTAN Tahap I: Penyidik serahkan berkas perkara Tahap II: Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti TAHAP III: ACARA PERSIDANGAN BAB II PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN A. PENYELIDIKAN 1. Pengertian Penyelidikan • Penyelidikan: serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. [Ps 1 butir 5 KUHAP]. • Penyelidik: Pejabat Polisi Rl yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelidikan. [Ps. 1 butir 4 KUHAP]. • Penyelidikan merupakan salah satu cara atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada Penuntut Umum. • Sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh Pejabat penyelidik dengan maksud dan tujuan mengumpulkan "bukti permulaan" atau "bukti yang cukup" agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. 2. POLRI sebagai Penyelidik • Menurut ketentuan Pasal 4 KUHAP, yang berwenang melaksanakan fungsi penyelidikan adalah "setiap Pejabat Polisi Negara Rl". • Jaksa atau pejabat lain tidak berwenang melakukan penyelidikan. 3. Wewenang dan Kewajiban Penyelidik a. Wewenang Berdasar Hukum: [Ps. 5 ayat (1) huruf a KUHAP] - Menerima laporan/pengaduan - Mencarai keterangan dan barang bukti - Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri - Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab b. Wewenang Berdasar Perintah Penyidik: [Ps 5 (1) huruf b KUHAP] - Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan - Pemeriksaan dan penyitaan surat - Mengambil sidik jari dan memotret seseorang - Membawa dan menghadapkan seorang pada Penyidik c. Kewajiban Penyelidik - Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b kepada Penyidik. B. PENYIDIKAN 1. Pengertian Penyidikan • Penyidikan: serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. [Pasal 1 butir 2 KUHAP] • Penyidik: Pejabat Polisi negara Rl atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan. [Pasal 1 butir 1 KUHAP]. • Penyidik menyampaikan pemberitahuan kepada Penuntut Umum apabila Penyidk telah mulai melakukan tindakan penyidikan. [Pasal 109 ayat (1) KUHAP]. 2. Pejabat Penyidik • Pasal 6 KUHAP menentukan, penyidik terdiri dari: a. Pejabat Polisi Negara Rl (Penyidik & Penyidik Pembantu); b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU (Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PPNS). • Pada prinsipnya Penyidik Polri merupakan penyidik umum dan memonopoli penyidikan pidana umum dalam KUHP, sedangkan PPNS menyidik delik-delik yang tersebut dalam peraturan perundang-undangan khusus atau perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana. • Selain kedua jenis penyidik di atas, juga dikenal adanya penyidik lain: a. Komisi Pemberantasan Korupsi (UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30/2002 ttg Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) b. Pejabat lain, seperti Perwira angkatan laut (UU No. 5/1983 tentang Zone Eksklusif Ekonomi Indonesia). • Terkait dengan Perda, Pasal 148 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengatur bahwa untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP). • Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perda juga dapat menunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda. [Pasal 148 ayat (1), (2), (3) UU Pemda]. • Dalam beberapa kasus tidak jarang terjadi tumpang tindah atau bahkan "rebutan" dalam penyidikan suatu pelanggaran pidana. Sebagai contoh dalam tindak pidana perusakan terumbu karang, siapakah yang berwenang untuk menyidiknya, penyidik Polri, PPNS di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan ataukah Perwira Angkatan Laut. Untuk menyelesaikan masalah ini, kita perlu kembali kepada landasan hukum yang mengaturnya, antara lain: KUHAP, UU No. 23/1997 (Pengelolaan Lingkungan Hidup), UU No. 31/2004 (Perikanan), dan UU No. 5/1983 (ZEE Indonesia). Dengan demikian, masing-masing dapat bertugas sesuai wewenangnya dan berkoordinasi dalam menjalankan tugas penyidikan. 3. Wewenang dan Kewajiban Penyidik a. Wewenang Penyidik (1) Wewenang Polri sebagai penyidik diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP, yaitu: (2) Menerima laporan/pengaduan dari orang tentang adanya tindak pidana (3) Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian (4) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka (5) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat (6) Mengambil sidik jari dan memotret seorang (7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi (8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara (9) Mengadakan penghentian penyidikan (10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab KUHAP tidak memerinci wewenang penyidikan apa yang dimiliki oleh PPNS. Pasal 7 ayat (2) KUHAP hanya menentukan, PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan UU yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Dengan demikian wewenang PPNS merujuk kepada UU bersangkutan yang menjadi dasar hukumnya. b. Kewajiban Penyidik Pasal 8 KUHAP mengatur: (1) Penyidik membuat Berita Acara tentang pelaksanaan tindakan penyidikan (2) Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum (3) Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan: a) Tahap I : penyidik hanya menyerahkan berkas perkara b) Tahap II : dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum C. KEDUDUKAN PPNS DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENYIDIK POLRI Berdasarkan ketentuan KUHAP, Yahya Harahap menyimpulkan, wewenang dan kedudukan PPNS dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagai berikut: 1. PPNS kedudukannya berada di bawah: "koordinasi" penyidik Polri di bawah "pengawasan" penyidik Polri. 2. Penyidik Polri "memberikan petunjuk" kepada PPNS dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan [Ps. 107 ayat (1) KUHAP]. 3. PPNS harus "melaporkan" kepada penyidik Polri tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik, jika dari penyidikan itu oleh PPNS ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya kepada Penuntut Umum (PU). [Ps. 107 ayat (2) KUHAP]. Tidak ada kewajiban bagi PPNS untuk memberitahuan hal itu kepada PU. Berarti penyidik Polri yang bertugas menyampaikan kepada PU. 4. Apabila PPNS telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan ini harus diserahkan kepada PU. Cara penyerahannya kepada PU dilakukan PPNS "melalui penyidik Polri". [Ps. 107 (3) KUHAP]. 5. Sebelum meneruskan hasil penyidikan PPNS kepada PU, penyidik Polri berwenang meneliti hasil penyidikan PPNS dan menyuruh lakukan tambahan penyidikan. 6. Apabila PPNS menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan kepada penyidik Polri, penghentian penyidikan harus "diberitahukan" kepada penyidik Polri dan PU. [Ps. 109 ayat (3)]. Dalam mengatur pelimpahan hasil penyidikan PPNS kepada PU, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Fatwa dalam suratnya yang ditujukan kepada Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kapolri tanggal 7 April 1990 No. KMA/114/IV/1990 yang isinya sebagai berikut: "Baik terhadap tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus, PPNS setelah selesai melakukan penyidikannya harus menyerahkan penyidikannya secara nyata kepada penyidik Polri; haruslah setelah itu penyidik Polri menyerahkan hasil penyidikan PPNS/berkas perkara kepada penuntut umum. Dengan demikian, maka menurut Mahkamah Agung semua perkara yang penyidikannya dilakukan oleh PPNS, hasil penyidikannya harus diserahkan kepada penyidik Polri terlebih dahulu, baru kemudian diserahkan kepada penuntut umum untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan. Berdasarkan Fatwa MA di atas, secara umum dapat disimpulkan: 1. PPNS melakukan penyidikan terhadap tindak pidana umum/khusus yang menjadi kewenangannya yang ditentukan oleh UU atau peraturan lainnya. 2. Hasil penyidikan PPNS secara nyata diserahkan kepada penyidik Polri. 3. Bila dirasa penyidikannya sudah cukup, Polri menyerahkan hasil penyidikan PPNS/ berkas perkara tersebut kepada penuntut umum. 4. Lebih lanjut mengenai wewenang PPNS dapat dilihat pada bagian lampiran. D. TERTANGKAP TANGAN Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu: - Sedang melakukan tindak pidana - atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan - atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya - atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya/turut melakukan/membantu melakukan tindak pidana. [Pasal 1 butir 19 KUHAP] Tindakan pada Tertangkap Tangan: - Setiap orang berhak menangkapnya - Setiap orang/pejabat yang berwenang dalam tugas ketertiban, ketentraman & Keamanan umum "wajib" menangkap tersangka - Bagi yang melakukan penangkapan segera menyerahkan tersangka termasuk segala barang bukti yang ada kepada penyidik - Segera setelah penyelidik/Penyidik menerima penyerahan tersangka, wajib dilakukan pemeriksaan dan tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan kebutuhan ruang lingkup penyidikan E. PENASEHAT HUKUM - Guna kepentingan pembelaan, tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih Penasehat Hukum (PH) selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan [Pasal 54 KUHAP] - Dalam hal tersangka/terdakwa disangka/didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati/ancaman 15 tahun/lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun/lebih yang tidak punya Penasihat Hukum sendiri, Pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, wajib menunjuk Penasihat Hukum bagi mereka [Pasal 56 ayat (1) KUHAP] F. PENGHENTIAN PENYIDIKAN Alasan penghentian Penyidikan: 1. Tidak diperoleh bukti yang cukup 2. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana 3. Demi hukum: - Nebis in idem - Tersangka meninggal dunia - Kadaluarsa - Dalam hal Penyidik menghentikan penyidikan, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum, Tersangka dan Keluarganya. BAB III PENANGKAPAN DAN PENAHANAN A. PENANGKAPAN 1. Pengertian • Penangkapan: suatu tindakan penyidikan berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan. [Ps. 1 butir 20 KUHAP]. 2. Alasan Penangkapan • Alasan/Syarat Penangkapan: [Ps. 17 KUHAP] - Seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana - Dugaan yang kuat itu didasarkan pada permulaan bukti yang cukup - Penangkapan didasarkan pada kepentingan penyelidikan/penyidikan • Mengenai maksud "Permulaan Bukti Yang Cukup": - Pebuat UU menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian Penyidik - Menurut Yahya Harahap: "Pengertiannya serupa dengan apa yang dirumuskan oleh Pasal 183 KUHAP, yakni harus berdasar prinsip batas minimal pembuktian yang sekurang-kurangnya 2 alat bukti, bisa terdiri dari 2 orang saksi/1 saksi ditambah 1 alat bukti tain." 3. Cara Penangkapan • Dilakukan oleh Petugas POLRI Jaksa/KPK dalam kedudukannya sebagai Penyidik [berdasar Ps. 284 ayat (2) KUHAP] berwenang juga melakukan penangkapan. • Petugas yang melakukan penangkapan harus membawa "Surat Tugas Penangkapan” • Petugas memperlihatkan Surat Perintah Penangkapan dan memberikan Surat Tembusannya kepada keluarga tersangka 4. Batas Waktu Penangkapan • Ps. 19 ayat (1) KUHAP: "Lamanya penangkapan tidak boleh lebih dari "satu hari". Lewat dari satu hari, berarti telah terjadi pelanggaran hukum dan dengan sendirinya penangkapan dianggap tidak sah. Konsekuensinya tersangka harus dibebaskan demi hukum. 5. Larangan Penangkapan atas Pelanggaran • Ps. 19 ayat (2) KUHAP: Tidak diperbolehkan melakukan penangkapan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana pelanggaran, kecuali apabila dalam hal tersangka pelaku tindak pidana pelanggaran sudah 2x dipanggil berturut-turut secara resmi namun tidak memenuhi panggilan tanpa atasan yang sah. B. PENAHANAN 1. Pengertian Penahanan • Penahanan: "Penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh Penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya." • Pejabat yang berwenang menahan: Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim. 2. Alasan Penahanan: • Alasan Yuridis (Objektif) Ps. 21 ayat (4) KUHAP: Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap Tersangka/ Terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana: - Yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun/lebih; atau - Tindak pidana yang diatur dalam Ps. 282 (3), 296. 335 (1), 353 (1), 372, 378, 379a, 453, 454, 455, 459, 480, dan 506 KUHP serta beberapa ketentuan pidana khusus lainnya. • Alasan Subjektif [Ps. 21 ayat (1) KUHAP] Keadaan yang menimbulkan kehawatiran: - Tersangka/Terdakwa akan melarikan diri - Merusak/menghilangkan barang bukti; - Atau kehawatiran akan mengulangi tindak pidana. • Dipenuhi Syarat Pasal 21 ayat (1) Lainnya: - Tersangka/Terdakwa diduga keras sebagai pelaku tindak pidana - Dugaan keras itu didasarkan pada "bukti permualaan yang cukup". Bukti yang cukup: "Bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa tersangka/ terdakwa "bersalah" (Minimum pembuktian yang dapat diajukan ke muka persidangan). 3. Tata Cara Penahanan • Dengan Surat Perintah Penahanan/Surat Penetapan - Penyidik dan Penuntut Umum: "Surat Perintah Penahanan" - Hakim: "Surat Penetapan Penahanan" • Tembusan harus diberikan kepada keluarga 4. JenisTahanan [Ps. 22 ayat (1)] • Penahanan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) • Penahanan rumah • Penahanan kota 5. Batas Waktu Penahanan PEJABAT YANG BERWENANG WAKTU (HARI) PERPANJANGAN WAKTU (HARI) TOTAL (HARI) PENYIDIK 20 Penuntut Umum 40 60 PENUNTUT UMUM 20 Ketua PN 30 50 HAKIM PN 30 Ketua PN 60 90 HAKIM BANDING (PT) 30 Ketua PT 60 90 HAKIM KASASI MA 50 Ketua MA 60 110 TOTAL WAKTU PENAHANAN (HARI) 400 • Pengecualian: [Ps. 29 ayat (1) huruf a & b] Untuk kepentingan penahanan masih dapat diperpanjang berdasarkan alasan yang patut dan ttdak dapat dihindarkan, karena: - Tersangka/terdakwa mendetita gangguan fisik/mental yang berat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; atau - Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara 9 tahun/lebih. • Terhadap penahanan, dimungkinkan adanya penangguhan, pengalihan atau pembantaran. 6. Pengurangan Masa Tahanan dengan Penjatuhan Pidana Penjara • Tahanan Rutan :100% ------ Pidana – masa tahanan • Tahanan Rumah : 1/3 ------ Pidana – (1/3 x masa tahanan) • Tahanan Kota : 1/5 ------ Pidana – (1/5 x masa tahanan) BAB IV PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN A. PENGGELEDAHAN 1. Pengertian • Penggeledahan rumah: tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan/atau penangkapan. [Ps 1 butir 17 KUHAP] • Penggeledahan Badan: adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita. [Ps. 1 butir 18 KUHAP]. 2. Pejabat yang Berwenang Menggeledah • Yang berwenang menggeledah adalah: "Penyidik" POLRI, PPNS, dan KPK. Jaksa tidak bisa menggeledah. • Pada setiap penggeledahan, Penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan Ketua Pengadilan Negeri: - Penggeledahan biasa (dalam keadaan normal), penggeledahan baru dapat dilakukan Penyidik setelah lebih dahulu minta ijin KPN. Atas permintaan ijin tersebut KPN memberikan surat ijin penggeledahan. - Dalam keadaan luar bisa dan mendesak, Penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa lebih dulu mendapat surat ijin KPN, namun segera sesudah penggeledahabn Penyidik wajib meminta persetujuan KPN tersebut. 3. Penggeledahan Rumah Tempat Kediaman a. Penggeledahan Biasa (Ps. 33 KUHAP) - Harus ada surat ijin KPN setempat - Petugas kepolisian membawa dan memperlihatkan Surat Tugas - Setiap penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping/saksi (dalam hal tersanngka atau penghuni menolak, Penggeledahan rumah harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan 2 orang saksi. - Kewajiban membuat Berita Acara penggeledahan (paling lambat 2 hari setelah penggeledahan). b. Penggeledahan dalam Kedaan Mendesak [Ps. 34 KUHAP] - Penjelasan Ps. 34 KUHAP keadaan saat perlu dan sangat mendesakl: "Bilamana ditempat yang hendak digeledah diduga keras terdapat tersangka/terdakwa yang patut dihawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dihawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat ijin dari KPN tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat. - Dalam tempo [paling lama 2 hari sesudah penggeledahan, penyidik membuat BA Penggeledahan. - Penggeledahan ini tidak diperlukan kehadiran saksi maupun Kepala Desa - Penyidik wajib segera melaporkan penggeledahan yang telah dilakukan kepada KPN dan sekaligus dalam laporan itu Penyidik meminta persetujuan KPN atas penggeledahan yang telah dilakukan. 4. Penggeledahan Badan • Penggeledahan badan meliputi: pemeriksaan badan dan/atau pakaian tersangka serta pemeriksaan rongga badan [Ps. 1 (18) jo. Ps. 37 KUHAP] • Penyidik berwenang menggeledah pakaian dan rumah tersangka - Pada waktu dilakukan penangkapan terhadap tersangka; atau - Apabila cukup alasan untuk menduga bahwa pada tersangka terdapat benda yang perlu untuk disita • Khusus untuk pemeriksaan rongga badan, pemeriksaan terhadap tersangka wanita dilakukan oleh wanita [Penjelasan Ps. 37 KUHAP] B. PENYITAAN 1. Pengertian • Penyitaan: serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak atau bergerak, benda berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan [Ps. 1 butir 16 KUHAP] 2. Pejabat yang Berwenang Menyita • Ps. 38 KUHAP: "Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik. 3. Bentuk dan Tata cara Penyitaan • Penyitaan Biasa [Ps. 38 ayat (1) KUHAP] - Harus ada surat ijin penyitaan dari KPN - Menunjukkan tanda Pengenal [Ps. 128 KUHAP] - Memperlihatkan benda yang akan disita [Ps. 129 KUHAP] - Penyitaan disaksikan oleh Kepala Desa atau Ketua Lingkungan dengan 2 orang saksi [Ps. 129 ayat (1) KUHAP]. - Membuat BA Penyitaan [Ps. 129 ayat (2) KUHAP] - Menyampaikan turunan BA Penyitaan - Membungkus benda sitaan [Ps. 130 KUHAP] • Penyitaan dalam Keadaan Perlu dan Mendesak [Ps. 38 ayat (2) KUHAP] - Keadaan yang sangat perlui dan mendesak ialah bilamana di suatu tempat diduga keras terdapat benda atau barang bukti yang perlu segera dilakukan penyitaan, atas alasan patut dihawatirkan bahwa benda itu akan segera dilarikan atau dimusnahkan atau dipindahkan oleh tersangka. - Tanpa surat ijin KPN - Hanya terbatas atas benda bergerak saja - Wajib segera melaporkan kepada KPN guna mendapatkan persetujuan • Penyitaan dalam Keadaan Tertangkap Tangan [Ps. 40 KUHAP] - Dalam keadaan tertangkap tangan, Penyidik dapat langsung menyita sesuatu benda atau alat: 1) yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana 2) yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana 3) benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti • Penyitaan Tidak Langsung [Ps. 42 KUHAP] - Benda yang hendak disita tidak langsung didatangi atau diambil sendiri oleh Penyidik dari tangan atau kekuasaan orang yang memegang atau menguasi benda tersebut, tetapi Penyidik mengajak yang bersangkutan untuk menyerahkan sendiri benda yang hendak disita dengan sukarela. - Penyidik memberikan Surat Tanda Terima atas penyerahan benda tersebut. • Penyerahan Minuta Akta Notaris [Ps. 43 KUHAP dan SEMA No. MA/Pemb/3429/86 tgl 12 April 1986] - Penyidik dapat meminta ijin kepada KPN untuk menyita Minuta Akta - KPN keluarkan ijin khusus yang dituangkan dalam Penetapan - Oleh karena penyitaan Minuta Akta Notaris tidak terlepas kaitannya dengan kewajiban Notaris menyimpan rahasia Minuta dimaksud, sehingga wujud penyitaan yang dibenarkan terbatas pada kebolehan Penyidik untuk menyalin atau memfotokopinya. 4. Benda yang Dapat Disita • Pasal 39 ayat (1) KUHAP: - Benda/tagihan tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana - Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya - Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana - Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana - Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan 5. Penyimpanan Benda Sitaan • Pasal 44 ayat (1) KUHAP: Benda sitaan disimpan dalam Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara). Selama belum ada Rupbasan di tempat yang bersangkutan, penyimpanan dapat dilakukan: - Di Kantor POLRI - Di Kantor Kajari - Pengadilan Negeri - Di Gedung Bank Pemerintah - Dalam Keadaan Mamaksa dapat disimpan di: 1) Tempat penyimpanan lain 2) Tetap ditempat semula benda itu disita • Tanggung jawab benda siataan: - Secara fisik berada di pundak Rupbasan - Tanggung jawab secara yuridis berada pada aparat dan instansi penegak hukum sesuai dengan tingkat tahap pemeriksaan 6. Penjualan Lelang Benda Sitaan • Benda sitaan dapat dijual lelang dengan syarat: - Apabila benda sitaan terdiri dari benda yang mudah rusak/busuk - Apabila benda sitaan tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap - Jika biaya penyimpanan benda sitaan terlalu tinggi • Tata cara penjualan lelang - Sedapat mungkin mendapat persetujuan dari tersangka atau kuasanya - Pejabatan yang dapat melakukan penjualan lelang dilihat dari taraf proses pemeriksaan - Pelaksanaan lelang dilakukan oleh Kantor Lelang Negara. BAB V PENYERAHAN BERKAS PERKARA DARI PENYIDIK KE PENUNTUT UMUM  Setelah Penyidik berpendapat pemeriksaan yang diperlukan dianggap cukup, Penyidik atas kekuatan sumpah jabatan segera membuat berita Acara dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 21 KUHAP yaitu: - Memberi tanggal pada Berita Acara - Memuat tindak pidana yang disangkakan dengan menyebut waktu, tempat, dan keadaan sewaktu tindak pidana dilakukan - Nama dan tempat tinggal tersangka dan saksi-saksi - Keterangan tersangka dan saksi-saksi - Catatan mengenai akta dan atau benda - Serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara. Di samping itu, Penyidik juga harus membuat Berita Acara sesuai dengan ketentuan Pasal 75 KUHAP, meliputi Berita Acara: - Pemeriksaan tersangka - Pemasukan rumah (jika ada) - Penangkapan (jika ada) - Penyitaan benda (jika ada) - Penahanan (jika ada) - Pemeriksaan surat (jika ada) - Penggeledahan (jika ada) - Pemeriksaan saksi (jika ada) Berita Acara Penyidikan dan lampiran-lampiran yang bersangkutan, dijilid menjadi suatu berkas oleh Penyidik. Jilidan berkas Berita Acara disebut "BERKAS PERKARA". Penyerahan Berkas Perkara dari Penyidik kepada Penuntut Umum menurut Pasal 8 ayat (2) dan (3), Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP dilaksanakan dalam 2 tahap.  Penyerahan Tahap I (Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP) - Apabila Penyidik telah selesai melakukan penyidikan, "wajib" segera menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum. - Penuntut Umum setelah menerima hasil penyidikan dari Penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahukan kepada Penyidik apakah hasil penyidikan sudah lengkap/belum. - Apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, Penuntut Umum segera mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. - Apabila Penuntut Umum (PU) mengembalikan hasil penyidikan berkas perkara untuk dilengkapi, Penyidik "wajib" segera melakukan "penyidikan tambahan" sesuai dengan petunjuk PU, dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, Penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada PU. - Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu 14 hari Penuntut Umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari Penuntut Umum kepada Penyidik. - Apabila penyidikan telah dianggap lengkap dan selesai, berakhirlah "tanggung jawab" penyidik atas kelanjutan penyelesaian berkas perkara kepada instansi Penuntut Umum. Dan sejak saat itu terjadi penyerahan berkas perkara tahap II, serta sejak saat itu berakhir tenggang waktu "prapenuntutan", dan tahap prapenuntutan beralih menjadi tahap "Penuntutan".  Penyerahan Tahap II Apabila berkas perkara penyidikan dinyatakan sudah lengkap oleh Penuntut Umum, Berkas Perkara sudah sah dan sempurna beralih kepada Penuntut Umum tanpa memerlukan cara atau prosedur apa-apa lagi dan dengan sendirinya terjadilah penyerahan "tanggung jawab hukum" atas seleuruh berkas yang bersangkutan dri tangan Penyidik kepada Penuntut Umum. Peralihan tanggung jawab yuridis atas berkas perkara dari tangan Penyidik kepada tangan Penuntut Umum, meliputi: berkas perkaranya sendiri, tanggung jawab hukum atas tersangka dan tanggung jawab hukum atas segala barang bukti atau benda sitaan .  Penyerahan Berkas Perkara Acara Biasa, Acara Singkat, Acara Cepat a. Acara Biasa Berkas perkara yang akan diperiksa dengan acara biasa, seperti diatur dalam Bab X\/I, Bagian Ketiga KUHAP. Yang berhak menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum: - Penyidik sendiri; - Berkas perkara langsung diserahkan dan disampaikan kepada penuntut umum; - Penyerahan dilakukan dalam dua tahap seperti dijelaskan di atas. b. Acara Singkat Pemeriksaan perkara dengan acara singkat diatur dalam Bab XVI, Bagian Kelima, meliputi perkara kejahatan atau pelanggaran dan yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. Penyerahan berkas perkara, dapat disampaikan kepada Penuntut Umum oleh Pejabat: - Penyidik, seperti yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat (2) KUHAP; atau - Penyidik Pembantu seperti ditegaskan dalam Pasal 12 KUHAP c. Acara Cepat Perkara yang disidangkan dengan perkara cepat, meliputi: - Perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) - Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Dalam perkara Tindak Pidana ringan: - Penyerahan berkas perkara oleh Penyidik langsung disampaikan dan menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, atau juru bahasan ke sidang pengadilan, tanpa melalui penuntut Umum - Tindakan penyerahan langsung ke sidang pengadilan dilakukan oleh Penyidik atas kuasa Penuntut Umum. Dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan, Penyidik tidak diharuskan dan tidak diperlukan membuat Berita Acara Pemeriksaan. - Penyidik cukup membuat catatan tentang tanggal, jam, dan tempat di mana terdakwa harus menghadap sidang Pengadilan Negeri - Selanjutnya catatan diserahkan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya. Dalam perkara pelanggaran lalu lintas jalan, penyerahan perkara, terdakwa, saksi, dan barang bukti (jika ada): - Dilakukan oleh Penyidik ke sidang Pengadilan tanpa melalui instansi Penuntut Umum - Penyerahan langsung tersebut oleh Undang-Undang merupakan wewenang Penyidik atas nama dan kuasa sendiri. BAB VI SURAT DAKWAAN A. PENGERTIAN  Surat Dakwaan adalah: “akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa.”  Akta tersebut dirumuskan dari hasil pemeriksaan penyidikan, akta mana menjadi dasar pemeriksaan Hakim dipersidangan.  "Dasar pemeriksaan" berarti, pemeriksaan terhadap terdakwa terbatas hanya pada perbuatan yang ada dalam dakwaan. B. FUNGSI SURAT DAKWAAN  Dasar penuntutan bagi Jaksa Penuntut Umum, dasar pembelaan oleh terdakwa/ Penasehat Hukum serta dasar pemeriksaan Hakim dan penjatuhan putusan C. YANG BERHAK MEMBUAT SURAT DAKWAAN  Yang Berhak Membuat Surat Dakwaan: Menurut Pasal 1 butir 7, Pasal 137 dan Pasal 140 ayat (1) KUHAP, Surat Dakwaan dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum.  Jaksa Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan setelah mampelajari dan meneliti- dengan seksama hasil pemeriksaan Penyidikan dan memberi petunjuk-petunjuk kepada Penyidik untuk melengkapi data/bukti yang diperlukan, proses ini disebut Pra Penuntutan.  Pengecualian: Pasal 105 ayat 2 dan Pasal 212: “Tipiring dan Pelanggaran lalu lintas: Penyidik atas kuasa Penuntut Umum langsung ke Pengadilan.” D. SYARAT SURAT DAKWAAN. Pasal 143 KUHAP menentukan dua syarat surat dakwaan, yaitu :  Syarat Formil: - Tanggal dakwaan dan tanda tangan Jaksa Penuntut Umum. - Identitas terdakwa, nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa.  Syarat Materil: - Uraian yang cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan. Pasal 143 ayat (3) menyatakan jika syarat materil tidak terpenuhi, maka dakwaan batal demi hukum. Berarti dakwaan dianggap tidak pernah ada. Kecermatan Jaksa Penuntut Umum selama pra penuntutan, merupakan keharusan yang dimiliki Jaksa Penuntut Umum. Jaksa Penuntut Umum harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: - Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan. - Apakah perkara tersebut telah pernah diperiksa dan diadili (Ne bis in idem). [Ps. 76 ayat (1) KUHP] atau kadaluwarsa [Ps. 78 KUHP]. Dakwan harus merumuskam, unsur-unsur pidana yang didakwakan dan perbuatan-perbuatan terdakwa. Dengan demikian unsur-unsur pidana harus jelas dalam uraian perbuatan yang telah dilakukan terdakwa. Lengkap berarti semua unsur tindak pidana yang didakwakan harus dirumuskan sempurna tidak boleh ada satu unsurpun yang tertinggal dalam perumusan. Dalam perumusan dakwaan harus dibedakan antara "uraian fakta/keadaan" yang meliputi perbuatan pidana, dengan pengertian "cara melakukan". Fakta/keadaan bukanlah syarat materil surat dakwaan, tapi sebaiknya juga diuraikan dalam dakwaan. Cara melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan syarat meteril yang harus diuraikan dangan cermat, jelas, dan lengkap. Contoh: Terdakwa didakwa Pemerkosaan, maka harus diuraikan cara terdakwa melakukan perbuatan tersebut. Dapat pula diuraikan fakta/keadaan pada saat itu. Uraian waktu dan tempat tindak pidana dilakukan harus jelas. Waktu, berkaitan dengan: - Daluwarsa (Pasal 78 - 82 KUHP). - Apakah perbuatan tersebut telah diatur dalam hukum pidana (Pasal 1 KUHP). - Berkaitan dengan usia pelaku (Undang-Undang Peradilan Anak) dan pemberatan dalam pencurian. Tempat, berkaitan erat dengan: - Berlakunya KUHP (Pasal 2 s/d 9 KUHP) - Kompetensi Relatif Pengadilan Negeri (Pasal 54,137,148,149 KUHAP). - Unsur yang ada dalam rumusan Perbuatan Pidana (Pasal 154, 156, 160 KUHP). E. BENTUK SURAT DAKWAAN: 1. Surat dakwaan tunggal 2. Surat dakwaan berlapis (subsideritas) 3. Surat dakwaan alternatif 4. Surat dakwaan komulati 5. Surat dakwaan kombinasi F. TEKNIK PEMBUATAN SURAT DAKWAAN  Tindak pidana yang terjadi selalu berbeda-beda, namun selalu ada kesamaan apabila didakwakan pasal pidana yang sama. Hal yang harus diutamakan dalam penyusunan dakwaan adalah bahwa Surat Dakwaan itu harus memenuhi Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yaitu memenuhi syarat formil dan syarat materiil Surat Dakwaan.  Rumusan dakwan harus jelas dan mudah dimengerti. Dakwaan yang kabur (obscuur libel) dapat dinyatakan "batal demi hukum" atau "tidak dapat diterima".  Untuk merumuskan Surat Dakwaan yang cermat dan teliti, dapat mempedomani hal-hal sebagai berikut: a. Surat Dakwaan sinkron/sejalan/sesuai dengan hasil penyidikan (Hasil penyidikan harus betul-betul dipahami dengan seksama). Surat dakwaan harus nampak keterkaitannya dengan hasil penyidikan, sebab jika tidak, surat dakwaan kabur, maka dakwaan tersebut dapat dinyatakan tidak dapat diterima di Pengadilan Negeri. b. Rumusan tentang waktu dan tempat tindak pidana. Pencantuman waktu dan tempat merupakan syarat materiil surat dakwaan, sehingga mutlak harus dicantumkan agar dakwaan tersebut tidak batal demi hukum. c. Rumusan tentang posisi para terdakwa apakah sebagai dader, mededader, doenpleger, uitlokker, atau medeplichtiger. Posisi atau kedudukan para Terdakwa harus ditentukan/diuraikan dengan cermat berhubung dengan ajaran “deelneming”, karena kekeliruan penempatan posisi masing-masing Terdakwa dapat mengakibatkan kegagalan penuntutan yang membuka peluang dibebaskannya terdakwa oleh Pengadilan Negeri. d. Rumusan "feit" (tindak pidana) yang terjadi apakah satu feit, dua feit atau perbuatan berlanjut. Rumusan “feit” atau dua dua “feit” atau perbuatan berlanjut harus jelas dalam dakwaan dalam perbuatan perbarengan (samenloop) atau perbuatan berlanjut (voorgezette handeling), Pasal 64-65 KUHP. e. Rumusan unsur-unsur pasal yang dilanggar/didakwakan. Kekeliruan memuat salah satu unsur saja dari unsur pasal yang didakwakan dalam surat dakwaan akan mengakibatkan dibebaskannya terdakwa oleh Pengadilan. Oleh karenanya dicermati dan diteliti serta dimuat semua rumusan unsur pasal dalam surat dakwaan, tidak boleh kurang dan tidak boleh berlebihan. f. Unsur-unsur pasal yang dilanggar (didakwakan) diformulasikan dengan perbuatan yang telah dilakukan. Memformulasikan perbuatan atau rangkaian kejadian-kejadian ke dalam unsur delik memerlukan ketelitian dan kecermatan secara rasional agar tidak terjadi kegagalan dalam penuntutan. G. MENGUBAH SURAT DAKWAAN  Mengubah berarti menjadikan lain dari semula, menukar bentuk, mengatur kembali.  Pasal 144 KUHAP memperkenankan “Mengubah Surat Dakwaan”, sebagai berikut: - Dilakukan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang - Bertujuan untuk: o Menyempurnakan Surat Dakwaan. o Tidak melanjutkan Penuntutan. - Hanya dapat dilakukan satu kali. - Paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai. - Disampaikan kepada Tersangka, Penasehat Hukum dan Penyidik (tembusannya). Pemberian kesempatan untuk mengubah Surat Dakwaan kepada dan oleh Penuntut Umum dimaksudkan karena penegakan hukum pidana yang berkeadilan hanya ditujukan kepada orang yang benar-benar diharapkan akan terbukti bersalah atau melanggar aturan pidana, karena adalah tidak adil apabila Tersangka/Terdakwa diajukan kepersidangan hanya karena kekeliruan Penuntut Umum dan kepadanya tidak diberi kesempatan membetulkan kekeliruan tersebut. (Sumber: Materi syihabuddin, SH.MH, Dosen STAIN Batusangkar)