BAB I
PENGERTIAN JINAYAH
A.
Pengertian Jinayah
Jinayah
artinya perbuatan dosa, perbuatan salah atau jahat. Jinayah adalah masdhar
dari kata kerja janaa yang mengandung arti suatu kerja yang
diperuntukkan bagi satuan laki-laki yang telah berbuat dosa atau salah.sebutan
bagi pelaku kejahatan wanita adalah Jaaniah,
Menurut Bahasa
Merupakan nama bagi
suatu perbuatan jelek seseorang
Menurut istilah
Adalah
nama bagi suatu perbuatan yang diharamkan syara’, baik perbuatan
tersebut mengenai jiwa, harta benda, maupun selain jiwa dan harta benda”.
Pengertian
jinayah dapat dibagi kedalam dua jenis yaitu :
a.
Dalam pengertian luas
Jinayah
merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat
mengakibatkan hukuman Had, atau Ta’zir
b.
Dalam pengertian sempit
Jinayah
merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ dan dapat
menimbulkan hukuman Had, bukan Ta’zir
Jadi dapat
disimpulkan bahwa jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan.[1]
Menurut
aliran Mazhab Hanafi, ada pemisah dalam pengertian jinayah ini. Kata jinayah
hanya diperuntukkan bagi semua perbuatan yang dilakukan manusia dengan objek
anggota badan dan jiwa saja, seperti melukai atau membunuh. Adapun perbuatan
dosa atau perbuatan salah yang berkaitan dengan objek atau sasaran barag atau
harta benda diamakan dengan ghasab. Oleh karena itu pembahasan mengenai
pencurian dipisahkan dari pembahasan jinayah, yang hanya membahas kejahatan
atau pelanggaran terhadap jiwa atau anggota tubuh.
Macam – macam Jinayah dan Hukum Bagi Pelakunya
1.
Pembunuhan
Pembunuhan adalah suatu tindakan atau
perbuatan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang, apa pun bentuknya, apabila
suatu tindakan tersebut dapat menghilangkan nyawa, maka ia dikatakan membunuh.
Pembunuhan terbagi tiga.
a)
Pembunuhan yang disengaja
Yang dimaksud pembunuhan dengan sengaja
ialah seseorang yang secara sengaja (dan terencana) membunuh orang yang
terlindungi darahnya (tak bersalah).
Adapun untuk pembunuhan yang disengaja dan
terencana, maka pihak wali dari terbunuh diberi dua alternatif, yaitu menuntut
hukum qishash, atau memaafkan dengan mendapat imbalan diat.
b)
Pembunuhan
yang seperti disengaja
Adapun yang dimakasud syibhul ’amdi
(pembunuhan yang mirip dengan sengaja) ialah seseorang bermaksud tidak
memukulnya, yang secara kebiasaan tidak dimaksudkan hendak membunuhnya, namun
ternyata oknum yang jadi korban meninggal dunia. Kejadiannya bisa juga seperti
ini, ketika seseorang memukul orang lain tidak dengan benda yang mematikan dan
tidak pula mengenai organ tubuh yang vital dan sensitif seperti otak, jantung,
dll dan orang tersebut meninggal dunia. Hal seperti itulah yang dikatakan
sebagai pembunuhan yang seperti disengaja.
Dalam hal ini tiada wajib qisas
(balas bunuh) bagi si pembunuh, tetapi diwajibkan ke atas keluarga pembunuh
untuk membayar diyat mughallazah (denda yang berat) dengan secara
beransur-ansur selama tiga
tahun kepada keluarga korban.
c)
Pembunuhan yang tidak disengaja
Sedangkan yang dimaksud pembunuh yang
tidak disengaja ialah seseorang yang melakukan perbuatan menghilangkan nyawa
seseorang tanpa disengaja. Ketika seseorang melakukan hal yang mubah baginya,
seperti memanah binatang buruan atau semisalnya ternyata anak panahnya nyasar
mengenai orang hingga meninggal dunia.
Bagi si pembunuh tidak dikenakan Qisas
(balas bunuh) tetapi dia dikenakan diyat mukhafafah (denda yang ringan).
Diyat itu dibayar oleh adik-beradik pembunuh dan bayarannya boleh ditangguhkan
selama tiga tahun.
2. Pencurian
Pencurian adalah mengambil sesuatu milik
orang lain secara diam-diam dan rahasia dari tempat penyimpannya yang terjaga
dan rapi dengan maksud untuk dimiliki. Pengambilan harta milik orang lain
secara terang-terangan tidak termasuk pencurian tetapi Muharobah
(perampokan) yang hukumannya lebih berat dari pencurian. Dan Pengambilan harta
orang lain tanpa bermaksud memiliki itupun tidak termasuk pencurian tetapi Ghosab
(memanfaatkan milik orang lain tanpa izin).
Pelaku pencurian diancam hukuman potong
tangan dan akan diazab diakherat apabila mati sebelum bertaubat dengan tujuan
agar harta terpelihara dari tangan para penjahat, karena dengan hukuman seperti
itu pencuri akan jera dan memberikan pelajaran kepada orang lain yang akan
melakukan pencurian karena beratnya sanksi hukum sebagai tindakan defensif
(pencegahan).
Hukuman potong tangan dijatuhkan kepada
pencuri oleh hakim setelah terbukti bersalah, baik melalui pengakuan, saksi dan
alat bukti serta barang yang dicurinya bernilai ekonomis, bisa dikonsumsi dan
mencapai nishab, yaitu lebih kurang 93 gram emas.
3.
Perzinahan
Zina adalah melakukan hubungan seksual di
luar ikatan perkawinan yang sah, baik dilakukan secara sukarela maupun paksaan.
Sanksi hukum bagi yang melakukan
perzinahan adalah dirajam (dilempari dengan batu sampai mati) bagi pezina mukhshan;
yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang telah melakukan hubungan
seksual dalam ikatan perkawinan yang sah. Atau dicambuk 100 kali bagi pezina ghairu
mukhshan; yaitu perzinahan yang dilakukan oleh orang yang belum pernah
melakukan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan yang sah.
Sanksi hukum tersebut baru dapat dijatuhkan
apabila sudah terbukti melakukan perzinahan baik dengan pengakuan, 4 orang
saksi atau alat bukti.
4.
Qadzaf
Qadzaf adalah menuduh orang lain melakukan perzinahan.
Sangsi hukumnya adalah dicambuk 80 kali. Sangsi ini bisa dijatuhkan apabila
tuduhan itu dialamatkan kepada orang Islam, baligh, berakal, dan orang yang
senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa besar terutama dosa yang
dituduhkan. Namun ia akan terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat
mengemukakan 4 orang saksi dan atau bukti yang jelas. Suami yang menuduh
isterinya berzina juga dapat terbebas dari sangsi tersebut apabila dapat
mengemukakan saksi dan bukti atau me-li’an isterinya yang berakibat
putusnya hubungan perkawinan sampai hari kiamat.
5.
Muharobah
Muharobah adalah aksi bersenjata dari seseorang atau
sekelompok orang untuk menciptakan kekacauan, menumpahkan darah, merampas
harta, merusak harta benda, ladang pertanian dan peternakan serta menentang
aturan perundang-undangan.
Latar belakang aksi ini bisa bermotif ekonomi yang
berbentuk perampokan, penodongan baik di dalam maupun diluar rumah atau
bermotif politik yang berbentuk perlawanan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan melakukan gerakan yang mengacaukan
ketentraman dan ketertiban umum.
Sangsi hukum pelaku muharobah adalah :
1. Dipotong tangan dan
kakinya secara bersilang apabila ia atau mereka hanya mengambil atau merusak
harta benda.
2. Dibunuh atau
disalib apabila dalam aksinya itu ia membunuh orang.
3. Dipenjara atau
dibuang dari tempat tinggalnya apabila dalam aksinya hanya melakukan kekacauan
saja tanpa mengambil atau merusak harta-benda dan tanpa membunuh.[2]
B.
Pengertian Jarimah
Secara bahasa jarimah mengandung pengertian
dosa, durhaka. Larangan-larangan syara’ (hukum Islam) yang diancam
hukuman had (khusus) atau ta’zir pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum
syariat yang mengakibatkan pelanggarnya mendapat ancaman hukuman.
Menurut Imam Mawardi, Jarimah adalah
segala larangan syara’ ( melakukan hal-hal yang dilarang dan atau
meninggalkan hal-hal yang diwajibkan ) yang diancam dengan hukum had dan ta’zir.
C.
Unsur-Unsur Jinayah dan Jarimah
1.
Unsur Jinayah
a)
Adanya nash, yang melarang perbuatan-perbuatan
tertentu yang disertai ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan diatas. Unsur
ini dikenal dengan istilah unsur formal ( Al-Rukn Al-Syar’i)
b)
Adanya unsur perbuatan yang membentuk jinayah,
baik berupa melakukan perbuatan yang dilarang atau meningggalkan perbuatan yang
diharuskan. Unsur ini dikenal dengan istilah unsur material ( Al-Rukn
Al-Madi)
c)
Pelaku kejahatan dalah orang yang dapat menerima khitbah
atau dapat memahami talif, artinya pelaku kejahatan tadi adalah mukallaf,
sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Unsur ini
dikenal dengan istilah “unsur moral” (al-rukn al-Adabi)
2.
Unsur Jarimah
Jarimah terdiri dari dua unsur :
a)
Unsur Umum
Unsur umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah, unsur umum
jarimah itu terdiri dari :
·
Unsur formal ( al-Rukn al-Syar’iy), yakni telah
ada aturannya.
Yang dimaksud dengan unsur formal adalah adanya ketentuan
syara’ atau nash yang menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan
perbuatan yang oleh hukum dinyatakan sebagai sesuatu yang dapat dihukum atau
adanya nash (ayat) yang mengancam hukuman terhadap perbuatan yang
dimaksud.
·
Unsur material atau Rukun maddi
Yang dimaksud dengan unsur material adalah adanya
perilaku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan ataupun tidak
berbuat atau adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum.
·
Unsur moril atau rukun
adaby
Unsur ini juga disebut dengan al-mas’uliyyah
al jiniyyah atau pertanggung jawaban pidana. Maksudnya adalah pembuat
jarimah atau pembuat tindak pidana atau
delik haruslah orang yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
b)
Unsur Khusus
Unsur khusus jarimah adalah unsur yang terdapat pada
sesuatu jarimah, namun tidak terdapat pada jarimah lain. Sebagai contoh,
mengambil harta orang lain secara diam-diam dari tempatnya dalam jarimah
pencurian, atau menghilangkan nyawa manusia oleh manusia lainnya dalam jarimah
pembunuhan.
Jarimah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis
sesuai dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi jarimah
berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan atau tidaknya
oleh al-Qur’an atau hadits. Atas dasar ini mereka membaginya
menjadi tiga macam:
1.
Jarimah Hudud
Meliputi
: perzinahan, Qadzaf ( menuduh zina), minum khamr (meminum
minuman keras), pemberontakan dan murtad.
2.
Jarimah Qishas/ Diyat
Meliputi:
pembunuhan sengaja, pembunuhan karena kesalahan, melukai dengan sengaja,
melukai semi sengaja. Imam Malik membagi pembunuhan kepada dua macam yaitu pembunuhan
sengaja dan pembunuhan karena kesalahan.
3.
Jarimah Ta’zir
Terbagi
pada tiga bagian
1.
Jarimah Hudud atau qishas atau diyat yang subhat
atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian
aliran listrik.
2.
Jarimah-Jarimah yang ditentukan al-Qur’an dan Hadits, namun tidak ditentukan sanksinya.
Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanah, dan menghina
agama.
3.
Jarimah-Jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk
kemaslahatan umum. Dalam hal ini ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.[3]
D.
Ruang Lingkup Jinayah
Mengenai ruang lingkup fiqih jinayah, dilihat dari
beberapa pengertian diatas, secara garis besar dapat diambil kesimpulan bahwa
pembahasan fiqih jinayah adalah hukum-hukum syara` yang menyangkut
masalah tindak pidana dan hukumannya. Dengan kata lain, masalah yang dibahas
dalam fiqih jinayah dan juga hukum pidana pada umumnya adalah tindak pidana dan
hukumannya.[4]