![]() |
A.
LATAR
BELAKANG
Manusia
memiliki berbagai macam
kebiasaan. Mulai dari berolahraga,
membaca, menulis, mengarang, dan sebagainya. Diantara sekian banyak kebiasaan
manusia, ada salah satu kebiasaan manusia yang sangat merugikan
bagi kesehatan mereka.Anehnya, kebiasaan yang tidak baik ini
sering dilakukan oleh masyarakat kita, yakni kebiasaan merokok. Merokok
sendiri bukanlah hal yang dianggap tabu oleh masyarakat kita,meskipun yang melakukannya adalah anak
yang masih duduk di bangku sekolah. Hal ini sangat memprihatinkan, karena
sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam
rokok terdapat banyak zat beracun yang nantinya akan mengganggu kesehatan tubuh
kita.
Merokok merupakan suatu pemandangan yang
sangat tidak asing bagi bangsa ini. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan
kenikmatan bagi si perokok, namun dilain pihak merokok jugadapat menimbulkan
dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun
orang-orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Sebuah laporan yang dirilis World Health Organization (WHO) pada awal tahun 2008 memperkirakan bahwa 1 miliar orang di seluruh dunia akan meninggal akibat rokok apabila pemerintah di berbagai negara tidak serius dalam mengatasi kondisi epidemik terhadap penggunaan tembakau. Dalam kesempatan itu WHO juga merekomendasikan agar setiap negara melakukan enam tindakan guna menekan angka perokok dan tindakan merokok di masing-masing wilayahnya. Pertama, memperbaiki kualitas data penggunaan tembakau di wilayahnya. Kedua, meniru pelarangan keberadaan tembakau seperti di Irlandia. Dimana mereka melarang seluruh keberadaan tembakau ditempat kerja. Ketiga, mengintensifkan upaya untuk membujuk dan membimbing para perokok untuk meninggalkan kebiasaan merokok. Sedangkan tiga tindakan lainnya mengenai upaya agar para perokok tidak merokok di tempat umum. Namun rekomendasi yang paling ampuh yang ditawarkan oleh WHO ialah agar setiap negara memberlakukan pajak yang sangat tinggi untuk tembakau hingga sepuluh kali lipat.[1]
orang-orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya. Sebuah laporan yang dirilis World Health Organization (WHO) pada awal tahun 2008 memperkirakan bahwa 1 miliar orang di seluruh dunia akan meninggal akibat rokok apabila pemerintah di berbagai negara tidak serius dalam mengatasi kondisi epidemik terhadap penggunaan tembakau. Dalam kesempatan itu WHO juga merekomendasikan agar setiap negara melakukan enam tindakan guna menekan angka perokok dan tindakan merokok di masing-masing wilayahnya. Pertama, memperbaiki kualitas data penggunaan tembakau di wilayahnya. Kedua, meniru pelarangan keberadaan tembakau seperti di Irlandia. Dimana mereka melarang seluruh keberadaan tembakau ditempat kerja. Ketiga, mengintensifkan upaya untuk membujuk dan membimbing para perokok untuk meninggalkan kebiasaan merokok. Sedangkan tiga tindakan lainnya mengenai upaya agar para perokok tidak merokok di tempat umum. Namun rekomendasi yang paling ampuh yang ditawarkan oleh WHO ialah agar setiap negara memberlakukan pajak yang sangat tinggi untuk tembakau hingga sepuluh kali lipat.[1]
Menghirup asap rokok orang
lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendiri. Bahkan bahaya yang
harus ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif. Setyo
Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan,
sebanyak 25 persen zat berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh
perokok, sedangkan 75 persennya beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke
tubuh orang di sekelilingnya. Tidak ada batas
aman terhadap Asap Rokok Orang Lain sehingga sangat penting untuk menerapkan
100% Kawasan Tanpa Asap Rokok untuk dapat menyelamatkan kehidupan. [2]
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Padang, Sumatera Barat, menyepakati
pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menjadi
peraturan daerah pada hari Selasa 20 Desember 2011. Dalam peraturan ini Pemerintah ingin melindungi masyarakat yang tidak merokok
dari bahaya asap rokok. Peraturan Daerah KTR yang telah disahkan harus
disosialisasikan oleh Pemerintah Kota Padang selama satu tahun pada masyarakat.
Ada tujuh
kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan Tanpa Rokok di antaranya fasilitas
pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak,
tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja serta tempat umum lain Peraturan
Daerah KTR juga mengatur sanksi
administratif dan ketentuan pidana bagi yang melanggar. Denda yang dikenakan
kepada masyarakat yang merokok di KTR paling rendah Rp50 ribu setiap kali pelanggaran.
Sedangkan bagi pimpinan SKPD yang tidak melakukan pengawasan di daerah KTR
dikenakan denda Rp10 juta.[3]
Peraturan
Daerah tentang kawasan tanpa rokok merupakan langkah untuk melindungi masyarakat
dari ancaman perokok aktif sehingga budaya dan kebiasaan masyarakat tersebut
dalam hal ini kebiasaan merokok mempengaruhi terciptanya aturan tentang
larangan merokok di tempat umum dengan dibuatnya kawasan tanpa rokok
B.
PEMBAHASAN
1.
Peraturan
Yang Mengatur Tentang Larangan Merokok Ditempat Umum.
Sejak tahun 1999, melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, Indonesia telah memiliki
peraturan untuk melarang orang merokok di tempat-tempat yang ditetapkan. Peraturan Pemerintah tersebut, memasukkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok
pada bagian enam Pasal 22 – 25.
Pasal 25 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan
Kawasan Tanpa Rokok. Namun peraturan tersebut belum menerapkan 100% Kawasan
Bebas Asap Rokok karena masih dibolehkan membuat ruang khusus untuk merokok
dengan ventilasi udara di tempat umum dan tempat kerja. Dengan adanya ruang
untuk merokok, kebijakan kawasan tanpa rokok nyaris tanpa resistensi. Pada
kenyataannya, ruang merokok dan ventilasi udara kecuali mahal, kedua hal
tersebut secara ilmiah terbukti tidak efektif untuk melindungi perokok pasif,
disamping rawan manipulasi dengan dalih ”hak azasi bagi perokok”. [4]
Selanjutnya Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, juga mencantumkan peraturan Kawasan Tanpa Rokok pada Bagian Ketujuh Belas, Pengamanan Zat Adiktif, Pasal 115 ayat ( 1 ) Kawasan tanpa rokok antara lain:
a. Fasilitas pelayanan kesehatan;
b. Tempat proses belajar mengajar;
c. Tempat anak bermain;
d. Tempat ibadah;
e. Angkutan umum;
f. Tempat kerja; dan
g. Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Lalu pada
ayat ( 2 ) Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan
tanpa rokok di wilayahnya. Sehingga menindak lanjuti pasal 25 Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2003 tersebut beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok antara lain
yaitu[5] :
1.
DKI Jakarta
DKI Jakarta tidak mempunyai Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara
eksklusif. Peraturan Kawasan Dilarang Merokok hanya tercantum dalam Peraturan
Daerah (PERDA) No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara untuk
Udara Luar Ruangan. Yang ada hanya Peraturan Gubernur (Per-Gub) Nomor 75 Tahun
2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. DKI Jakarta
belum menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena dalam peraturan tersebut masih
menyediakan ruang untuk merokok.
2.
Kota Bogor
Kota Bogor belum menerbitkan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok secara
eksklusif. Pengaturan tertib Kawasan Tanpa Rokok tertuang dalam Peraturan
Daerah No 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum, pasal 14 – 16. Kota Bogor
juga belum menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok karena masih mencantumkan ruang
untuk merokok.Kota Bogor merencanakan akan
menyusun Perda Kawasan Tanpa Rokok secara eksklusif.
3.
Kota Cirebon
Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Cirebon berbentuk Surat Keputusan
Walikota No 27A/2006 tentang
Perlindungan Terhadap Masyarakat Bukan Perokok di Kota Cirebon.
Kota Cirebon merupakan kota pertama yang menerapkan 100% Kawasan Tanpa
Rokok yaitu tidak menyediakan ruang untuk merokok. Sayangnya peraturan tersebut
belum berbentuk Peraturan Daerah sehingga tidak ada sanksi dan tidak mengikat
masyarakat.
4.
Kota Surabaya
Kota Surabaya merupakan kota pertama yang mempunyai Peraturan Daerah
Kawasan Tanpa Rokok secara ekskusif, yaitu Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5
Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Perda ini
membagi 2 kawasan yaitu Kawasan Tanpa Rokok yang menerapkan 100% Kawasan Tanpa
Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang menyediakan ruang khusus untuk merokok.
Untuk melaksanakan Perda No 5 Tahun 2008, Kota Surabaya juga telah membuat
Peraturan Walikota Surabaya No 25 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Perda Kota
surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
Merokok. Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok yang tercantum dalam
Perda 5/2009 dirinci dan dipertegas pada Perwali tersebut.
5.
Kota Palembang
Kota Palembang
merupakan Kota pertama di Indonesia yang memiliki Peraturan Daerah Kawasan
Tanpa Rokok secara eksklusif dan menerapkan 100% Kawasan Tanpa Rokok yaitu
tanpa menyediakan ruang merokok. Peraturan
Daerah No. 07/2009 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Kota Palembang merupakan
satu-satunya Perda Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia yang sesuai dengan standard
internasional yaitu 100% Kawasan Tanpa Rokok dengan tidak menyediakan ruang
untuk merokok.
6.
Kota Padang Panjang
Kota Padang Panjang memiliki Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok
yaitu Peraturan Daerah Kota Padang
Panjang No 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib
Rokok. Peraturan Daerah ini dirinci dan dipertegas dengan Peraturan Walikota
Padang Panjang No.10 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah
Kota Padang Panjang No. 8 Tahun 2009 Tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan
Kawasan Tertib Rokok.
2.
Pengaruh Peraturan Larangan Merokok Ditempat Umum Terhadap
Kebiasan Merokok.
Salah
satu perilaku yang semakin hari semakin berdampak negatif bagi lingkungan
adalah merokok. Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain
berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak
untuk menghirup udara yang bersih dan terhindar dari segala bahan cemaran yang dikeluarkan
oleh asap rokok orang lain.Dengan arti kata setiap orang berhak mendapatkan hak
untuk sehat dalam kehidupan.
Merokok di tempat umum, yang disini bermakna sebagai
tempat atau sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta atau perorangan
yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat adalah melanggar hak orang lain
untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan kesehatan pada orang yang
tidak merokok.
Dalam membicarakan
setiap masalah, misalnya mengenai masalah kesehatan, tidak akan pernah lepas
dari berbagai sistem hukum, yang dalam struktur hukumnya berarti menyangkut
tentang aparat atau kelembagaan yang bertanggungjawab atas terlaksananya
berbagai kebijakan tentang kesehatan, dalam substansi hukumnya berarti
membicarakan tentang keberadaan aturan hukum formil dan perundang-undangan yang
mengatur tentang kebijakan tersebut, dan dalam budaya hukumnya berarti
bagaimana masyarakat memandang dan menjalani peraturan yang telah ada tersebut.
Jadi ketiga hal tersebut yang menjadi kerangka dan mendasari terlaksananya
berbagai sistem dalam tatanan berbangsa dan bermasyarakat, dalam berbagai
masalah dan rutinitas, termasuk pula pada berbagai hal yang menyangkut pada
masalah kesehatan.[6]
Dalam UUD 1945 hal tentang
kesehatan diatur dalam Pasal 34 ayat (3) yaitu Negara bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak serta Pasal 28H ayat (1) yaitu Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Namun
dalam pelaksanaannya larangan merokok ditempat umum belumlah memberikan pengaruh yang besar kepada perokok yang masih
senantiasa melakukan aktivitas merokok ditempat umum atau tempat-tempat yang
menurut aturan dilarang merokok, ini terjadi karna berbagai faktor antara lain
kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap aturan larangan merokok ditempat
umum, sehingga pemerintah seolah-olah setengah hati dalam penerapan aturan
tersebut.
Selanjutnya
kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk untuk tidak merokok ditempat umum atau kawasan tanpa rokok, ini
disebabkan kebanyakan perokok tidak mempedulikan resiko yang ditimbulkan oleh
rokok, mereka menganggap bahwa merokok hanya merupakan suatu kebiasaan sesaat
untuk memperoleh kesenangan, ketenangan, bahkan meningkatkan kreativitas.
Perokok juga beranggapan bahwa merokok dapat dihentikan dengan segera
sewaktu-waktu kapanpun mereka ingin, meski dalam kenyataannya, ketergantungan
terhadap kandungan nikotin yang terdapat dalam sebatang rokok teramat sulit
untuk dipulihkan. [7]
Hal ini
semakin diperburuk oleh perilaku aparat yang belum bisa menjadikan dirinya
sebagai contoh, seperti misalnya pada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang
sejak diberlakukannya kawasan dilarang merokok di tujuh tempat, justru para
aparat yang masih banyak merokok di tempat kerja dan mempertontonkannya pada
masyarakat. Dalam sebuah survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) dan Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) di 110 kantor
pemerintahan baik pusat maupun daerah di Ibukota, didapati sebanyak 36,9 persen
pegawai di kantor pemerintahan itu melanggar kawasan dilarang merokok, dan 32,1
persen petugas keamanan dan 31 persen pengunjung juga turut melanggar. Survey
tersebut juga mendapati pengunjung yang melanggar dengan alasan tidak ada
sanksi mencapai 31 persen, sementara pegawai 49,2 persen, dan petugas keamanan
36 persen [8]
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pemberlakuan kawasan
dilarang merokok hanyalah salah satu instrumen dalam mengupayakan hak atas
derajat kesehatan optimal dapat dirasakan oleh setiap orang kerena perokok
memiliki hak untuk merokok namun disisi lain masyarakat yang tidak merokok juga
tidak boleh terlanggar haknya untuk mendapatkan kesehatan yang dijamin oleh
undang-undang.
Selain peraturan yang
harus senantiasa ditinjau pelaksanaannya oleh setiap pihak yang terkait, yang
tidak kalah penting adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman akan dampak
merokok yang sesungguhnya, sehingga setiap orang dapat melindungi haknya
sendiri dan hak orang lain dari bahaya laten yang ditimbulkan oleh rokok atas
kesadarannya sendiri, bukan hanya karena adanya sanksi atau hukuman belaka.
Kebiasan merokok yang
dilakukan oleh masyarakat merupakan fenomena yang berdampak secara luas baik
dari segi kesehatan maupun dari segi hukum yaitu terciptanya aturan-aturan yang
mengatur kebiasaan merokok tersebut, ini terlihat dengan adanya aturan mengenai
larangan merokok ditempat umum dan diciptakannya kawasan tanpa rokok sehingga
secara sosiologi hukum kebiasaan masyarakat mempengaruhi terciptanya aturan
hukum yang berlaku ditengah-tengah masyarakat.
2.
Saran
Besarnya
dampak buruk yang ditimbulkan oleh tembakau, maka diharapkan seluruh daerah
dapat pula membuat peraturan dan kebijakan yang mengatur tentang tembakau dan
produk-produknya baik di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota. Lalu
hendaknya aparat pemerintah sebagai pelaksana aturan larangan merokok ditempat
umum dapat menjadi contoh dan suri teladan yang baik dalam meerapkan aturan
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
http://magfirahamir.blogspot.com/2013/09/kawasan-tanpa-asap-rokok.html
http://eksposnews.com/view/2/29921/DPRD-Padang-Sahkan-Perda-Larangan-Merokok.html#.Um6G_XCnrww
diambil tanggal 28 Oktober 2013
http://evenalexchandra.webs.com/apps/blog/categories/show/1552239-sosiologi-hukum
http://hendry-poetra.blogspot.com/2012/09/contoh-makalah-tentang-pengaruh-rokok.html
Harian Suara Pembaharuan, 31 Mei 2007
[1]http://mandorkawat2009.wordpress.com/2009/09/22/merokok-salah-satu-unsur-pencemar-lingkungan-membahayakan-kesehatan-manusia-2/).
[2]
http://magfirahamir.blogspot.com/2013/09/kawasan-tanpa-asap-rokok.html
[3] http://eksposnews.com/view/2/29921/DPRD-Padang-Sahkan-Perda-Larangan-Merokok.html#.Um6G_XCnrww diambil tanggal 28 Oktober 2013
[5]
Ibid
[6]
http://evenalexchandra.webs.com/apps/blog/categories/show/1552239-sosiologi-hukum
[7] http://hendry-poetra.blogspot.com/2012/09/contoh-makalah-tentang-pengaruh-rokok.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar