![](file:///C:\Users\aldi_a\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
“PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI NOMOR
49/PUU-X/2012 PERMOHONAN
UJI MATERI PASAL 66 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN
2004 TENTANG JABATAN NOTARIS”
A. LATAR BELAKANG
Notaris
menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris adalah “pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.
Sedangkan menurut Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang ditetapkan di Bandung Pada tanggal 27
Januari 2005 Notaris merupakan “setiap orang yang memangku dan menjalankan
tugas jabatan sebagai pejabat umum,
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 juncto pasal 15 Undang-undang”.
Sebelum keluarnya undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
seseorang yang diangkat menjadi notaris cukup hanya dengan lulusan fakultas
hukum, namun setelah adanya Undang-undang ini seseorang yang diangkat menjadi
Notaris harus lulusan sarjana hukum dan strata dua kenotariatan. Hal ini
menujukan seseorang yang berprofesi sebagai Notaris haruslah orang-orang yang
berkompeten dibidangnya, karena Profesi Notaris merupakan pejabat nagera yang
mana mengambil alih sebahagian tugas-tugas negera dalam pembuatan surat. Dimana
akta otentik yang dibuat oleh notaris ini merupakan surat negara yang sah. Dimana
dukumen itu merupakan akta yang tidak boleh diakses oleh semua orang kecuali
orang-orang tertentu yang memiliki kewenangan dan melalui prosedur yang
ditetapkan.
Dalam menjalankan tugas seorang notaris tentu tidak luput dari sebuah
kesalahan ataupun kekilafan, atapun akibat dari akta yang dibuatnya menjadi
permasalahan dikemudian hari, dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan :
“Untuk kepentingan
proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah
berwenang:
a. mengambil
fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau
Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. memanggil
Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya
atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris”
Dengan
Undang-undang ini seseorang apabila Penyidik, Jaksa Penuntut Umum atau Hakim
apabila mengabil surat-surat ataupun memanggil Notaris haruslah melalui atau
persetujuan Majelis Pengawas Daerah, hal ini profesi dilindungi oleh
Undang-undang karena surat menyurat bersifat rahasia tidak semua orang bisa
mengaksesnya, kalaupun mau mengaksesnya untuk kepentingan penyidikan haruslah
melalui persetujuan Dewan Pertimbangan Daerah.
Namun sekarang
hal itu tidak belaku lagi karena Penyidik, Jaksa Penuntut Umum atau Hakim
apabila ingin mengambil dukumen yanag ada pada notaris tidak lagi melalui Dewan
Kehormatan, hal ini diputusakan oleh Mahkamah Kontitusi Nomor 49/PUU-X/2012 tentang Uji Materi Pasal
66 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pada hari selasa, 28 Mei
2012.
Hal ini
tentunya membuat profesi notaris agak sedikit tergoyah yang dahulunya segala perbuatanya
dilindungi oleh Dewan Pertimbagan Daerah sekarang tidak lagi bisa berbuat
banyak karena telah keluarnya putusan ini.
B.
PEMBAHASAN
Mahkmah Kontitusi pada hari selasa, 28
Mei 2008 telah mengabulkan permohonan uji Materil Pasal 66 (1) Undang-Undang
Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diajukan oleh Kant Kamal. Hal
ini berawal dari Kant Kamal yang melaporkan kasusnya di Kepolisian yang
dikeluarkan Surat Penghentian Penyidikan
karena pihak kolisian tidak bisa mengambil bukti bukti di notaris karena tidak
mendapat persetujuan oleh Dewan Pertimbangan Daerah, hal ini mendorang Kant
Kamal untuk mengajukan uji materil tentang Pasal ini karena ini karena
menghalangi proses penyidikan dan sehingga pemohon tidak mendapatkan keadilan.
Dalam putusan itu Mahkamah Kontitusi “Menyatakan frasa dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah” dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia”
Hal ini tentunya memudahkan proses
dari penyidikan yang tidak memakan waktu yang lama dan berlarut laru lantaran
harus menunggu dulu pertetujuan Majelis Pengawas Daerah. Atrinya tercapai pula
azaz peradilan cepat dan murah dimana kalau memakai mekanisme persetujuan
Majelis Pegawa Daerah tentunya berapa waktu yang dibutuhkan untuk meminta
persetujuan belum lagi seadainya Majelis Pegawas Daerah tidak mengizinkan untuk
diperiksa, maka kasus ini tidak akan jalan.
Sisi lain tentu akan merugikan profesi
ini yang mana sebelumnya dukumen-dukumen yang ada di kantor notaris merupakan
dukumen yang sangat dirahasiakan sekarang bisa saja diambil oleh para penyidik,
penutup umum ataupun hakim. Sehingga profesi yang mulia ini, pejabat negara ini
tidak lagi dilindungi perbuatan yang dilakukanya. Hal ini tentunya berbeda
dengan Profesi advokat masih dilindungi segala perbuatanya yang tidak bisa
dituntut secara perdata maupun pidana segala perbuatan yang beiktikat baik
sebagiaman pasal 16 Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat “Advokat tidak dapat
dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik
untuk kepentingan pembelaan Klien dalam
sidang pengadilan”. Begitupun
dengan Profesi Jurnalis yang ininya penyidik ataupun penuntut umum harus dulu
minta pendapat kepada Dewan Petimbangan Jurnalis, hal yang sama juga kepada
kepala daerah maupun para mentri yang hendak diperiksa oleh penyidik harus dulu
mendapat persetujuan ataupun izin dari Menteri Dalam Negeri dan Persiden.
Dengan masih adanya tidak kesamaan
dalam proses pemeriksan antara Notaris dengan pejabat negara lainya, maka kalau
memang menutut kesamaan orang dihadap hukum maka apabila pejabat negera harus
dulu mendapat ini dari pimpinanya sebelum diperiksa maka hal yang sama juga
dengan profesi notaris apabila diperiksa dan mengambil dukumen penting harus
dulu mendapat persetujuan Dewan Pengawas sehingga profesi ini juga profesi yang
dilindungi pekerjaannya.
C.
KESIMPULAN
Dengan putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 49/PUU-X/2012
tentang Uji Materi Pasal 66 (1)
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disatu sisi
mempermudah penyidikan dan proses peradilan dalam mengegakkan hukum, karena
dengan menunggu Majelis Peritimbangan Daerah terlebih dahulu akan memakan waktu
yang lama dan berbelit-belit belum lagi seadaainya Majelsis Pertimbangan Daerah
tidak menyetujuinya untuk diperiksaan maka kasus itu akan berjalan ditempat.
Namun disisi lain putusan ini tidak lagi memberikan perlindungan dan
pertimbanga bagi profesi notaris dalam menjalankan tugasnya, hal berbenda juga
apabila dibandingkan dengan pejabat pemerintahan yang lain yang harus meminta
izin dari pimpinan terlebih dahulu.
![](file:///C:\Users\aldi_a\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
![](file:///C:\Users\aldi_a\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image003.gif)
Mahkamah Kontitusi, Putusan nomor
49/PUU-X/2012. Jakarta. 2012
Undang-Undang Nomor 30
tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Undang-undang nomor 18
tahun 2003 tentang Advokat
Hukum. online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar